Pos No. 810 - Kisah Nabi Zakaria A.S.
Nabi
Zakaria{Zakaria ben Yehoiada ben Yusahafat ben Asa ben Abia ben
Rehabeam ben Sulaiman(Nabi Sulaiman a.s)ben Daud(Nabi Daud a.s). Baginda Nabi Zakaria,
adalah ayah kepada Nabi Yahya a.s.; putera tunggalnya yang lahir
setelah ia mencapai usia sangat tua iaitu pada usia sembilan puluh tahun. Sejak
beristeri Hanna(Elisabeth), ibu saudaranya
Maryam(Mary),Zakaria mendambakan mendapat anak yang akan menjadi pewarisnya.
Siang dan malam tiada henti-hentinya ia memanjatkan doanya dan permohonan
kepada Allah agar dikurniai seorang putera yang akan dapat meneruskan tugasnya
memimpin Bani Israil. Ia khuatir bahawa bila ia mati tanpa meninggalkan seorang
pengganti, kaumnya akan kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara
hidup mereka yang penuh dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin
mereka akan mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab
Taurat sekehendak hati mereka. Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar
keturunannya tidak terputus dan terus bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya
dan memperkenankan.
Nabi
Zakaria tiap hari sebagai tugas rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang
serta menjenguk Maryam anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya
sesuai dengan nadzarnya sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan memang Zakarialah
yang ditugaskan oleh para pengurus mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia
diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan atas diri Maryam diterima oleh Zakaria
melalui undian yang dilakukan oleh para pengurus mihrab di kala menerima bayi
Maryam yang diserahkan pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara
isterinya sendiri yang hingga saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu
peristiwa yang sangat menakjubkan dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada
suatu hari ketika ia datang ke mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat Maryam disalah satu sudut
mihrab sedang tenggelam dalam sembahyangnya sehingga tidak menghiraukan bapa
saudaranya yang datang menjenguknya. Di depan Maryam yang sedang asyik
bersembahyang itu terlihat oleh Zakaria berbagai jenis buah-buahan musim panas.
Bertanya-tanya Nabi Zakaria dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan
musim panas ini, padahal mereka masih berada dalam musim
dingin. Ia tidak sabar menanti anak saudaranya selesai sembahyang, ia lalu
mendekatinya dan menegur bertanya kepadanya: "Wahai Maryam, dari manakah
engkau dapat ini semua?"
Maryam
menjawab: "Ini adalah pemberian Allah yang aku dapat tanpa dicari dan
diminta. Di waktu pagi dikala matahari terbit aku mendapatkan rezekiku ini sudah berada
didepan mataku, demikian pula bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa
bapa saudaranya merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan
rezekinya kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan?"
Maryam binti Imran
Maryam
yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari Imran
seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra'il. Ibunya saudara ipar
kepada Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak bersuamikan
Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa
anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan untuk
menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-isteri, penglipur duka dan
pembawa suka di dalam kehidupan keluarga. Ia sangat dambakan keturunan sehingga
bila ia melihat seorang ibu menggandung bayinya atau burung memberi makan
kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak
kunjung lepas dari ingatannya.
Tahun demi
tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal
keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara
dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang diterapkannya, namun belum
juga membawa hasil. Dan setelah segala daya upaya yang bersumber dari
kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah yang diharapkan, sedarlah
isteri Imran bahawa hanya Allah tempat satu-satunya yang berkuasa memenuhi
keinginannya dan sanggup mengurniainya dengan seorang anak yang didambakan
walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad
membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh
khusyuk dan kerendahan hati bernazar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya
dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk
menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan
mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan
keluarganya.
Harapan isteri
Imran yang dibulatkan kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima
permohonannya dan mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang telah
disuratkan dalam takdir-Nya bahwa dari suami isteri Imran akan diturunkan
seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang dirasakan oleh
setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri Imran yang lama kelamaan
merasa gerakan janin di dalam perutnya yang makin membesar. Alangkah bahagia si
isteri yang sedang hamil itu, bahawa idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan
dan kesunyian rumah tangganya akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu
lahir. Ia bersama suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi
yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan
selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi
rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri
Imaran menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang
mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari
kemudian yang baik dan cemerlang.
Akan
tetapi sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi: "Manusia merancang,
Tuhan menentukan. Imran yang sangat dicintai dan sayangi oleh isterinya dan diharapkan
akan menerima putera pertamanya serta mendampinginya dikala ia melahirkan ,
tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra'il dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil
tua, pada saat mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri
menjadi makin mesra. Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi
bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa
isteri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala
persiapan untuk menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna
lahirlah ia dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak
kecewalah si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu
adalah seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan
dan bernazar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan sedih
berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku
telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernazar akan menyerahkan
seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis.
Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan
Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Demikianlah
maka tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para
rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab
atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan kerana tidak ada yang mahu
mengalah, maka terpaksalah diundi diantara mereka yang akhirnya undian jatuh
kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh Allah kepada ibunya. Tindakan
pertama yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga
keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan dari
jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan ingin melihat
dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah kamar diatas loteng
Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai melainkan dengan menggunakan
sebuah tangga. Nabi Zakaria merasa bangga dan bahagia beruntung memenangkan
undian memperolehi tugas mengawasi dan memelihara Maryam secara sah adalah anak
saudaranya sendiri. Ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada
Maryam untuk menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada
kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya
dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya.
Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.
Rasa
cinta dan kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudara isterinya
yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala
terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis biasa
sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan Allah untuk
suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari. Pada suatu hari tatkala Zakaria
datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia mendapatinya lagi berada di
mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia
terperanjat ketika pandangan matanya menangkap hidangan makanan berupa
buah-buahan musim panas terletak di depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu
bertanya dalam hatinya, dari manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal
mereka masih lagi berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun
selain dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam
tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: "Wahai Maryam,
dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun
mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu
buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang tidak dapat dibeli di pasar
dalam musim dingin ini."
Maryam
menjawab: "Inilah peberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta.
Dan mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa
memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang
tidak ternilai besarnya?" Demikianlah Allah telah memberikan tanda
pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya
untuk melahirkan seorang nabi besar yang bernama Isa a.s. Kisah lahirnya Maryam
dan pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42 hingga 44.
-------------------------------oooooo--------------------------------------------
No comments:
Post a Comment